CERPEN HUMANIS, EMPIRIS DAN ONTOLOGIS GAK BACA! LIBURANMU HAMPA...

JANGAN!!!

Hampa memang apabila nyenyenyenye doang, dan habisin uang ortu tanpa fit back yang positif.

Ayla memasuki halaman sekolah dengan perasaan takut. Semalam, perbincangan digrup kelasnya sangat menusuk hatinya. Ujaran kebencian dari teman-teman sekelasnya, terbayang di pikirannya. Namun, ia memberanikan dirinya. Langkahnya dipercepat diiringi dengan suara langkahnya yang bersahut-sahutan.

Sampai di depan pintu kelasnya, ia berhenti.  Di tariknya napasnya perlahan, lalu dibuang. Di ulanginya berkali-kali hingga ia berani membuka pintu dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam kelas.

Riuh, itulah yang terjadi di kelasnya sekarang. Entah apa yang dibicarakan oleh teman-temannya. Ayla sama sekali tidak ingin tahu dan tidak mau mendengarnya. Ia bersyukur tidak ada orang yang mengejek dan mengatainya. Ia lalu berjalan ke arah tempat duduknya dibangku paling depan di ujung kiri.

“Ay, lo udah dengar berita yang heboh banget gak tadi pagi?” tanya Dita, teman sebangku sekaligus sahabat Ayla.

“Berita apa?” Ayla balik bertanya.

“Hasil autopsi Riska udah keluar,” jawab Fika, sahabat Ayla yang lain, dengan cepat.

“Ih, kan gue yang duluan bicara sama Ayla. Napa lo nyempil aja kayak upil,” ketus Dita kesal.

Fika hanya tersenyum jahil dan mengeluarkan lidahnya mengejek Dita. Dita terlihat sangat kesal dengan kelakuan Fika yang tidak pernah berubah padanya.

“Udah, jangan berantem deh,” ucap Ayla melerai keduanya. “Jadi, apa hasilnya?” tanya Ayla penasaran.

“Katanya, sebelum Riska mati digantung. Dia sempat disiska. Ada bekas luka siksaan di tubuh dia. Katanya sih disiksa pakai stick golf,” jelas Dita dengan wajah serius.

Ayla menutup kedua matanya, mencoba memikirkan sesuatu. Beberapa detik ia berpikir, ia lalu kembali membuka matanya, dan menatap kedua sahabatnya.

“Lo ngapain?” tanya Fika bingung dengan tingkah Ayla.

“Berikir,” jawab Ayla singkat.

“Hah, emang gitu yah cara berpikir?” tanya Dita heran.

“Iya, itu kayaknya lagi ngetren sekarang,” jawab Fika asal.

“Oh, gitu yah,” ujar Dita mengangguk-angguk.

Fika yang melihat kelakuan Dita, menggelengkan kepalanya. Sahabatnya yang satu ini memang sangat terlihat polos dan tidak mengerti apa-apa. Namun, ia tetap menyayangi sahabatnya itu.

“Ada informasi juga gak tentang tempat penyiksaannya?” tanya Ayla pada Fika.

“Penyiksaannya digudang. Soalnya darahnya banyak banget di gudang,” jawab Fika bergidik ngeri ketika mengingat kembali kejadian kemarin.

Dita hanya menatap kedua sahabatnya dengan tatapan bingung. Ia sama sekalu tidak memerdulikan kejadian yang kemarin.

“Kalian masih bahas tentang kejadian Riska?” tanya Dita menatap Ayla dan Fika.

“Iya,” jawab Fika singkat.

“Buat apa dibahas sih. Mending kita makan,” ucap Dita memberikan semyumannya pada Fika.

“Makan, makan. Bentar lagi masuk,” ujar Fika agak kesal.

Ayla masih diam di tempatnya. Ada kejanggalan dalam pikirannya. Temtang kematian Riska, ada beberapa hubungan dari yang disebutkan oleh Fika.

“Lo lagi mikirin apa, Ay?” tanya Fika melihat Ayla melamun.

“Gudang, stick golf sama tali tambang,” gumam Ayla pelan.

“Maksud lo apa?” tanya Fika tak mengerti.

“Eh, gak apa-apa kok,” jawab Ayla cepat.

Fika hanya mengangguk pelan. Ia yakin bahwa Ayla menyembunyikan sesuatu darinya. Namun, belum tepat untuk menanyakannya pada Ayla sekarang. Ia menunggu waktu yang tepat.

Bel berbunyi. Semua siswa kembalo ke tempat duduknya masing-masing. Satu persatu guru memasuki ruangan kelasnya maing-masing. Seorang guru memasuki ruangan kelas Ayla. Itu adalah Ibu Suci, wali kelas XI IPS 1.

“Selamat pagi,” sapa Ibu Suci sambil tersenyum hangat.

“Pagi, Bu,” balas para siswa tersenyum.

“Gimana kabarnya hari ini?” tanya Ibu Suci sambik meletakkan buku-bukunya di atas meja.

“Baik, Bu,” jawab para siswa secara bersamaan.

Ibu Suci menatap satu persatu siswanya. Dan tatapannya berhenti tepat pada Ayla. Ayla terlihat sedang mengeluarkan buku dari tasnya. Ibu Suci sedikit ,enaruh kecurigaan pada Ayla.

“Kalian semua jangan terlalu kepikiran sama kejadian kemarin, yah,” ujar Ibu Suci menatap siswanya.

“Iya, Bu,” jawab para siswa.

“Oke, kita mulai belajar yah. Hari ini Ibu akan membagikan kelompok seperti yang Ibu bilang kemarin. Ibu akan membagi menjadi lima kelompok. Kelompok pertama ada Ayla, Fika, Luna, Justin, Sinta dan Dita. Kelompok dua ada ... “ Ibu Suci melanjutkan pembagian kelompoknya hingga mencapai lima kelompok.

“Hore ... kita satu kelompok, Ay,” seru Dita senang.

Ayla hanya tersenyum menatap Dita. Setelah itu, ia mengarahkan pandangannya pada Justin yang juga sedang menatapnya datar. Ia sangat kesal karena satu kelompok dengan Justin. Ditambah dengan adanya Sinta di kelompoknya, membuatnya makin kesal. Bagaimana tidak, tugasnya tidak akan selesai jika nantinya mereka saling beradu mulut. Ayla akhirnya mencoba menerima takdir ini.

———

Pelajaran Ibu Suci telah berakhir, bersamaan dengan bunyi bel yang berdentang di setiap penjuru kelas. Sebelum Ibu Suci meninggalkan kelas, ia sempat melirik Ayla yang sedang membereskan bukunya.

“Ayla, kelas XI IPS 1.”

Itulah kata yang di ucapkannya sebelum meninggalkan kelas. Entah apa yang sedang di rencanakannya.

“Dit, Ay, ke kantin yuk,” ajak Fika yang berdiri di depan meja Ayla dan Dita.

“Lo yang traktir,” ujar Dita cepat.

“Lo minta traktiran mulu deh,” ucap Fika kesal. “Ayo, Ay. Gue traktir deh.”

“Gak deh. Gue mau ke perpustakaan,” ujar Ayla membereskan buku-bukunya.

“Yaudah, kita ke kantin dulu yah.” Fika menarik tangan Dita dan membawanya menuju kantin.

Ayla berjalan pelan meninggalkan kelas menuju perpustakaan. Ia masih memikirkan kejadian kemarin. Pasti ada hubungan dari semua yang dilakukan pembunuhnya. Ia harus bisa mengungkapkan kebenarannya.

BRUK!

Tiba-tiba Ayla menabrak seorang siswa perempuan. Ia adalah Ranti, siswi kelas XI IPA 2. Dan juga teman di sampingnya adalah Luna, teman sekelas Ayla.

“Lo gak apa-apa, Ran? tanya Luna sambil membantu Ranti berdiri.

“Lo bisa jalan gak sih. Lo gak liat, apa emang sengaja mau nabrak gue?” tanya Ranti dengan suara keras.

“Maaf, gue gak liat tadi,” tutur Ayla sambil mencoba berdiri.

Ranti dengan sengaja mendorong Ayla hingga ia terjatuh lagi. Ia tersenyum puas melihat Ayla kesakitan.

“Makanya kalau jalan, pakr mata!” bentak Ranti kasar.

Ayla sangat marah diperlakukan seperti ini. Ia tidak bisa membiarkan orang yang mengatainya seperti itu pergi dengan rasa puas. Ayla lalu berdiri dan menjambak rambut Ranti kasar. Ranti merintih kesakitan. Ia lalu membalas Ayla dengan menjambak kembali rambutnya. Mereka bertengkar hebat. Namun, untungnya tidak ada satu oun orang yang melihat mereka bertengkar, kecuali Luna di samping mereka. Luna tidak bisa melakukan apa-apa. Ia tidak kuat melerai keduanya.

Dari arah kanan, datanglah Justin yang melerai keduanya. Justin memisahkan Ayla dan Ranti dibantu oleh Luna. Rambut mereka sudah sangat berantakan.

“Lun, lo bawa dia. Rapiin rambutnya,” ujar Justin pada Luna.

Luna mengangguk. Ia lalu membawa Ranti menuju tempat yang agak sepi agar tidak tetlihat oleh orang lain. Sedangkan Ayla dibawa oleh Justin menuju atap sekolah. Ayla hanya menuruti perkataan Justin.

Seorang guru yang tak lain adalah Ibu Suci memerhatikan pertengkaran Ayla dan Ranti sedari awal. Ia sama sekali tidak melerai keduanya. Ia malah menyaksikan pertengkaran mereka yang sengit. Ia lalu tersenyum pelan menatap Ayla.

“Bagus, kita lihat selanjutnya,” gumamnya pelan dan langsung berjalan menuju ruang guru. 

TAMAT...


#hasil kegabutan
#kolabsamamantanprik
#sokornulis
#elekyoben

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menanggapi Segalanya: Kelelahan, Ekspektasi, dan Pencarian Keseimbangan dalam Hidup Modern

Menyaksikan Kehilangan dalam Kebersamaan, Perjalanan Menuju Kebahagiaan yang Terpisah

Secercah Cinta di TOT UKM-F RISET 2024