HEPEREALITAS JEAN BOUDRILLARD (KASUS KIP-K)
Jean Baudrillard (dalam kasus KIP-K)
Sumber gambar:https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Flookaside.fbsbx.com%2Flookaside%2Fcrawler%2Fmedia%2F%3Fmedia_id%3D152491986361243&imgrefurl=https%3A%2F%2Fms-my.facebook.com%2Finfokipkuliah%2Fphotos%2Fmahasiswa-bidikmisi-hp-nya-iphonenongkrong-nya-di-caffejalan-jalan-nya-ke-mall%2F152491986361243%2F&tbnid=bq1VlCn-2arKbM&vet=1&docid=GB3NhtdCR6JEeM&w=720&h=480&source=sh%2Fx%2Fim
Pemikiran Jean Baudrillard (Masyarakat Konsumer, Simulasi, Simulacra dan Hiperrealitas)
Dengan Mengangkat Penyalahgunaan Biaya PIP atau Bidikmisi.
Jean Baudrillard merupakan salah satu seorang diantara kelompok teoritisi sosial postmodern yang paling radikal dan menyetak. Tidak seperti jameson, Baudrillard yang terlatih sebagai seorang sosiolog (Genosko, 2005; Wernick, 2000), tetapi karya- karyanya telah lama meninggalkan Batasan- Batasan disiplin. Pada kenyataan, karyanya memang tidak dapat dimasukkan ke dalam disiplin apa pun dan terlepas dari itu, Baudrillard menolak seluruh gagasan tentang batas- batas disiplin keilmuan. Dengan Kellner (1989, 2000), menawarkan sebuah tinjaun singkat tentang lika- liku karya Baudrillard. Karya awalnya, mundur ke masa 1960- an, berorientasi modernis (Baudrillard tidak menggunakan terminology postmodernisme hingga periode 1980- an) dan marxis. Karya awalnya melibatkan kritik marxis terhadap masyarakat konsumer. Karya- karyanya telah sarat dengan pengaruh dari linguistic dan semiotika, sehingga Kellner menyatakan bahwa karya- karya ala Baudrillard di pandang sebagai “imbuan yang sifatnya semiologis pada teori marxis tentang ekonomi politik”. Hal itu tidak lama sebelum Baudrillard mulai mengkritisi pendekatan marxis dan pada akhirnya meninggalkannya.
Dalam The Mirror of production, Baudrillard memandang pendekatan marxis sebagai pantulan citra dari ekonomi politik konservatif. Marx dan para marxis menyakini pandangan dunia yang sama sebagaimana para pendukung konservatif kapitalisme. Dalam pandangan Baudrillard, marx terinfeksi oleh virus pemikiran borjuis. Pendekatan marx sarat dengan berbagai pemikiran konservatif. Yang diperlukan adalah orinetasi baru yang lebih radikal. Baudrillard mengartikulasikan gagasan tentang pertukaran simbolis sebagai alternatif, negasi radikal, bagi pertukaran ekonomi (D. Cook, 1994). Pertukaran simbolis melibatkan siklus “mengambil dan mengembalikan, memberi dan menerima” yang tanpa henti, sebuah “siklus pemberian dan balasan pemberian” (Baudrillard,1973/1975:83). Sebuah gagasan yang tidak berperangkap ke dalam sebuah jebakan yang telah menjebak marx; pertukaran simbolis jelas berada di luar, dan bertentangan dengan logika kapitalisme. Gagasan pertukaran simbolis menyiratkan sebuah program politik yang diarahkan pada penciptaan suatu masyarakat yang dicirikan oleh pertukaran semacam itu. Baudrillard bersikap kritis terhadap kelas pekerja dan terkesan lebih bersikap positif terhadap golongan kiri atau baru atau hippies.
Baudrillard mengarahkan perhatian pada analisis tentang masyarakat kontemporer, yang dalam pandangannya, tidak didominasi oleh produksi, tetapi lebih tepatnya oleh “ media, dan sistem pengendalian. Satu hal yang membias dari semua sistem tersebut merupakan benar- benar sebuah ledakan tanda (D. Harris, 1996). Dapat dikatakan bahwa kita telah beranjak dari sebuah masyarakat yang didominasi oleh tanda dan sistem yang menghasilkan kedua hal tersebut. Jika dulu tanda merujuk pada sesuatu yang nyata, kini mereka merujuk sedikit lebih pada diri mereka sendiri dan tanda lainnya; tanda telah menjadi merujuk pada dirinya sendiri. Kita tidak bisa lagi mengatakan mana yang nyata; pembedaan antara tanda dengan kenyataan telah mejadi lebur. Dunia postmodern merupakan sebuah dunia yang dicirikan oleh peleburan yang dibedakan dari ledakan sistem produksi, komoditas, teknologi dan sebagainya, yang mencirikan masyarakat modern. Sebagaimana dunia modern pernah mengalami sebuah proses diferensiasi, dunia postmodern bisa dipandang sedang mengalami proses de- diferensiasi.
Baudrillard sebagimana jameson, mendiskripsikan dimana postmodern sebagai dunia yang didirikan oleh simulasi: (Baudrillard,1983: 4; Der Derian, 1994). Proses simulasi mengarah pada penciptaan simulacra atau reproduksi objek atau pariwisata (Kellner, 1989d: 78). Dengan meleburnya perbedaan antara tanda dengan kenyataan, semakin sulit untuk mengatakan mana yang nyata dan mana hal- hal yang mensimulasikan yang nyata. Pada akhirnya adalah representasi dari yang nyata, simulasi yang kemudian berkuasa. Baudrillard (1983) mendeskripsikan dunia sebagai hiperrealitas. Sebagai contoh, media telah berhenti dari menjadi pantulan realitas, tetapi menjadi realitas itu sendiri, bahkan lebih nyata daripada realitas itu sendiri. Karena kebohongan dan distorsi yang mereka jual pada pemirsa terasa lebih dari realitasnya¬¬, mereka adalah hiperrealitias.
Dalam Baudrillard memusatkan perhatian pada budaya yang dalam pandanganya mengalami revolusi yang massif bukannya semakin berontak, mereka dulu bagi para marxis. Ketidakacuhan sikap apatis, inersia merupakan tepat untuk menggambarkan keadaan masa yang dikelilingi oleh media, simulacra, dan hiperrealitas. Massa tidak dipandang pada posisi dimanipulasi oleh media, tetapi media dipaksa untuk memenuhi tuntunan mereka yang terus meningkat akan objek dan tontonan. Dalam satu pengertian masyarakat sendiri lebur ke dalam lubang hitam yakni massa. Baudrillard memandang masyarakat kontemporer sebagai budaya kematian, dengan kematian sebagai “ paradigma dari semua eksklusi sosial dan diskriminasi” (Kellner, 1989d: 104). Penekaan pada kematian mencerminkan biner antara kehidupan dan kematian. Masyarakat yang dicirikan oleh pertukaran simbolis mengakhiri oposi biner antara kehidupan dan kematian, dalam prosesnya berlaku juga terhadap eksklusi dan diskriminasi yang mendampingi budaya kematian. Kegelisahan tentang kematiandan eksklusi yang menyebabkan orang untuk menceburkan diri mereka lebih dalam lagi ke dalam budaya konsumer.
Pada akhirnya, Baudrillard menawarkan sebuah teori yang fatal. Jadi salah satu karyanya yang selanjtnya, America, Baudrillard mengatakan bahwa dalam kunjungan ke negeri tersebut, “ia berusaha mencari bentuk akhir dari bencana masa depan” (1986/1989:5). Tidak ada lagi harapan revolusi sebagaimana ditemukan dalam karya marx. Tidak pula ada kemungkinan untuk meroformasi masyarakat yang diharapkan Durkheim. Sebaliknya tampaknya telah ditakdirkan untuk hidup dalam dunia simulasi, hiperrealitas, dan leburnya segela sesuatu ke dalam lubang hitam yang tidak akan bisa dipahami. Alternatif yang samar- samar dapat ditemukan dalam karya Baudrillard secara umum terkesan menghindar dari terlalu memuji kebaikan yang terkandung dalam semua alternatif tersebut dari menyatakan sebuah program politik mewujudkan semua alternatif tersebut.
Berdasarkan penejelasan diatas disini saya mau mengangkat tentang penggunaan biaya PIP atau Bidikmisi sebagai berikut,
Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Didik Suhardi mengatakan, berdasarkan petunjuk teknis (juknis), Program Indonesia Pintar (PIP) merupakan bantuan pendidikan. Dana kesejahteraan harus digunakan untuk keperluan yang berkaitan dengan pengeluaran pribadi siswa, seperti pembelian perlengkapan sekolah, uang saku dan biaya perjalanan, biaya latihan tambahan, dan biaya ujian tingkat. Mengenai penyalahgunaan uang oleh beberapa orang, jelasnya, PIP dikendalikan oleh banyak pihak. Pengendalian internal dilakukan oleh badan pengendalian internal sekolah/pendidikan. Kemudian, untuk pengendalian eksternal dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Inspektur Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Selain itu, masyarakat juga dapat membantu memantau PIP dengan melaporkan ketidaksesuaian yang dirasakan ke Kontak Pengaduan. “Jadi untuk kebutuhan siswa seperti membeli buku tulis, sepatu sekolah, seragam, bisa juga untuk membeli sepeda. PIP ini tidak boleh digunakan untuk tujuan lain,” kata Didik dalam pesan singkatnya kepada SP, Jumat (15 Februari). PIP sangat membutuhkan pendidikan yang terarah karena merupakan program pemerintah untuk mencegah siswa putus sekolah PIP juga harus menarik siswa yang putus sekolah untuk melanjutkan studi. Sebagai informasi, penerima PIP ini diberikan Kartu Indonesia Pintar (KIP) sebagai identitas untuk menerima PIP. Dukungan pendidikan yang diberikan pemerintah kepada pemegang KIP berbeda-beda untuk setiap jenjang pendidikan. Untuk jenjang SD/MI/sederajat Rp 50.000 per tahun, SMP/MTs/sederajat Rp 750.000 per tahun dan untuk jenjang SMA/SMK/MA/sederajat Rp 1.000.000 per tahun sesuai Inpres No. 7 2016. PIP dirancang untuk membantu anak usia sekolah 6-21 tahun dari keluarga miskin atau rentan untuk terus menerima layanan pendidikan di sekolah umum, formal dan informal.
Maka dari itu banyak masyarakat menyalahgunakan biaya bidikmisi sebagai kepunyaan, dan berfikiran bahwa bidikmisi bisa membuat kita kaya, khusunya dalam kalangan mahasiswa.
Mahasiswa bidikmisi bisa dikategorikan sebagai mahasiswa kurang mampu, dimana mahasiswa tersebut mendapatkan biaya pendidikan bidikmisi selama 8 semester. Lalu dari pendidikan atau biaya yang diterima kebanyakan mahasiswa ada yang membeli HP iPhone, dalam konteks ini mahasiswa bidikmisi yang membeli HP iPhone bisa dikatakan Mengonsumsi nilai tanda dan Nilai simbol dalam teori Baurldrillard. Mengapa bisa dikatakan mengikuti nilai tanda? karena agar dikira bahwa dia itu mengikuti tren, bahwa HP iPhone dimiliki oleh para artis-artis yang memiliki keunggulan dalam kamera dan penyimpanan. Untuk alasan kenapa HP iPhone dibeli, karena sebagai nilai simbol bahwa agar dipandang sebagai orang yang kaya . Karena dalam status sosial orang yang memiliki HP iPhone akan dianggap menjadi orang yang kaya, Dalam konteks hiperrealitas seolah-olah orang yang memiliki HP iPhone itu adalah orang kaya yang di mana memiliki fitur-fitur yang unggul dalam hal kamera dan penyimpanan yang besar dan kegunaan kegunaan yang lainnya.
HP iPhone banyak diminati, karena sponsor-sponsor dari HP merk iPhone banyak sekali yang diperankan oleh artis-artis dari dalam negeri maupun luar negeri yang dimana bisa mencari atau mendapatkan minat yang sangat besar dari kalangan masyarakat maupun dari yang kurang mampu sampai yang kaya raya. Oleh karena itu hepar realitas atau pemikiran boleh dilihat dalam konteks bidikmisi sebagai tonggak hiperrealitas mahasiswa bidikmisi menjadi negatif karena kegunaan yang kurang tepat yang dilakukan oleh para mahasiswa khususnya beasiswa mahasiswa penerima bidikmisi dari pemerintah.
Daftar Pustaka:
https://www.beritasatu.com/nasional/538260/kip-untuk-kebutuhan-pendidikan-bukan-yang-lain
https://www.sosiologi.info/2020/10/teori-jeand-baudrillard-dan-contoh-fenomena-sosial.html
https://deepublishstore.com/pengertian-mahasiswa/
Pensos
BalasHapus